Ini Fakta dan Rahasia Agung DI BALIK AZAN DAN QOMAT
Ini Fakta dan Rahasia Agung
DI BALIK AZAN DAN QOMAT
Ubes Nur Islam
Alternatif & Solusi - Latar belakang Praktek ibadah dalam Islam, bukanlah sebuah hasil rekayasa
atau kreasi semata-mata dari cipta karya buatan seseorang manusia dari pemuka
agama, sebagaiman ummat lainnya, dimana setiap jenis ibadah merupakan karya
kreatifitas seseorang dari hasil renungannya. Justru setiap mekanisme amaliyah
ibadah dalam Islam merupakan pekerjaan yang dituntut untuk dilakukan dan
dalalahnya ditunjukan oleh wayu yang diterima dari Allah kepada Nabinya, baik
secara langsung maupun perantara, atau media lainnya. Termasuk mekanisme
penyeruan kepada sekelompok (ummat) Islam yang akan melakukan ibadahnya secara
berjamah (kolektif), seperti kegiatan ini, yang dalam Islam disebut AZAN dan
IQAMAH.
Hukum Islam tentang praktek ibadah sholat wajib sudah nyata, dilakukan secara berjamaah (kolektif) dan dilaksanakan sesuai waktunya, atau pelaksanaan amaliyah tiba pada waktunya, untuk mengkondisikan kebersamaan dalam kegiatan amaliyah tersebut membutuhkan media untuk merangkul kebersamaan tersebut, namun demikian, media ini tentu saja hal yang harus berbeda dengan cara ummat lainnya, Islam memiliki citra keagungan sendiri, makanya tidak perlu menggunakan alat-alat atau media yang digunakan oleh penganut lainnya (non mukmin) waktu. Tak heran jika saat itu para shahabat Rasulullah bermusyawarah untuk efektifitas bagaimana mekanisme mengundang dan mengajak atau memberikan informasi bahwa kegiatan ibadah jam’iyah bisa terlaksana secara bersama-sama (jam’iyah).
Dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, riwayat dari Ibnu `Umar RA. Dia
berkata, “Pada mulanya ketika orang-orang Islam berhijrah ke Madinah, mereka
berkumpul dan menunggu untuk mengerjakan sembahyang. Ketika itu tidak ada orang
yang menyeru melaungkan azan) untuk menunaikannya. Pada suatu hari Nabi telah
mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah tentang cara untuk memberitahu
masuknya waktu solat serta mengajak orang ramai agar ke masjid melakukan solat
jemaah.
Dalam permusyawarahan itu, terdapat beberapa pandangan dari para shahabat. Ada yang berpandangan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu solat, ada yang berpandangan ditiup serunai ataupun trompet; dan ada sementara lainnya yang berpandangan supaya dibunyikan lonceng. Semua usul yang diajukan telah ditolak oleh Rasulullah (kerana meniup serunai atau trompet dan memukul loceng adalah cara pemanggilan sembahyang bagi masyarakat Yahudi dan Nashroni. Lalu, Umar bin al-khattab mengusulkan agar meneriakkan ucapan: “Telah datang waktu solat……” (sambil berteriak). Usul ini telah diterima oleh Rasulullah tetapi baginda menukar lafaz itu dengan lafaz “assolatu jami`ah” yang bererti “marilah solat berjemaah”.
Pada suatu malam Abdullah
bin Zaid telah bermimpi mengenai cara yang lebih baik untuk memberitahu waktu
sholat dengan mengumandangkanlah Allahu Akbar... dan seterusnya lafaz-lafaz
azan”. Pada pagi harinya, Abdullah bin Zaid menemui Rasulullah. Baginda Rasul
bersabda: “Mimpimu itu mimpi yang benar”. Kemudian, Nabi memerintahkan kepada Bilal bin Rabah
untuk mengumandangkan azan tersebut. Ketika Bilal hendak menyerukan azan, Umar
datang kepada Rasulullah dan menceritakan bahawa beliau juga bermimpi seperti
apa yang diceritakan oleh Abdullah bin Zaid. (HR Bukhari dan Muslim ).
Untuk melengkapi referensi
kitab bacaan Anda bisa dibaca pada kitab lainnya, yaitu: HR Abu Dawud (499),
at-Tirmidzi (189) secara ringkas tanpa cerita Abdullah bin Zaid tentang
mimpinya, al-Bukhari dalam Khalq Af'al al-Ibad, ad-Darimi (1187), Ibnu Majah
(706), Ibnu Jarud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan Ahmad (16043-redaksi di
atas). At-Tirmidzi berkata: "Ini hadits hasan shahih". Juga
dishahihkan oleh jamaah imam ahli hadits, seperti al-Bukhari, adz-Dzahabi,
an-Nawawi, dan yang lainnya. Demikian diutarakan al-Albani dalam al-Irwa (246),
Shahih Abu Dawud (512), dan Takhrij al-Misykah (I: 650).
Dalam sebuah riwayat yang
dirilis olehAl-Bazzar, Ia meriwayatkan bahwa: “Rasulullah pada malam isra’
telah diperlihatkan dengan azan dan diperdengarkan kepadanya di atas langit
yang ketujuh. Kemudian Jibril mendatanginya, lalu dia menjadi imam kepada ahli
langit. Antara mereka ialah Nabi Adam dan Nuh. Itulah Allah SWT menyempurnakan
kemuliaan baginya ke atas penduduk langit dan bumi”. (HR Al-Bazzar)
Peristiwa ini terjadi pada
waktu awal Islam, atau tahun pertama hijriah, dimana perintah mengerjakan
sholat pada waktu maktubah (lima waktu) telah nyata dituntut untuk dilaksanakan
pada setiap waktunya. Kedudukan Azan dan Iqamah Azan atau iqamah adalah kata
yang memiliki kesamaan makna yaitu seruan, namun ada sedikit berbeda pada titik
refleksi dan realisasinya. Azan dari segi bahasa, azan bermaksud ialah
“al-i`lam” (pemberitahuan) atau “an-nida’” (seruan). Azan ialah suatu gabungan
perkataan-perkataan tertentu untuk menandakan waktu solat fardu, atau boleh
diertikan sebagai pemberitahuan tentang waktu solat. Penandaan ini dibuat
dengan melaungkan dengan lafaz-lafaz tertentu.
Selanjutnya, kata iqamah,
secara bahawa berarti, mendirikan sesuatu apabila telah menjadi pasti. Iqamat
secara istilahnya berarti memberitahukan tentang hal pelaksanakaan shalat
fardhu dengan zikir atau kalimat yang disyariatkan. Jadi azan adalah
pemberitahuan tentang datangnya waktu shalat fardhu, sedangkan iqamah
pemberitahuan tentah hal bahwa shalat siap segera akan dilaksanakan Kedudukan
hukum secara syari’, secara Hukum Islam, melaungkan azan adalah sunat muakkad
ketika hendak mendirikan sembahyang fardhu. Melaungkan azan juga adalah satu
Fardu Kifayah bagi sesuatu kelompok atau kumpulan pengamal (abid) yang akan
melaksanakan ibadahnya, dan tuntutan sunatnya terlaksana walaupun tidak
dilakukan oleh semua ahli kumpulan tersebut. Bagi individu pula, ia merupakan
satu sunat aini atau, dan pahala sunat akan diperolehi apabila seseorang itu
melakukannya.
Bagi kaum wanita, disunatkan
melakukan Iqamat sahaja kerana dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah apabila
meninggikan suara mereka. Al-Quran, as-Sunnah dan al-Ijmak shohabi (kesepakatan
shahabat nabi) menyatakan mengumandangkan azan mempunyai banyak kelebihan dan
pahala yang besar. Dalil daripada Al-Quran ialah Firman Allah SWT yang
bermaksud:
• Surat al Jumu’ah ayat 9: “Hai orang-orang
beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.”
• Surat al-Maidah ayat 58 :
“dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka
menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka
benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.”
Dalil dari as-Sunnah pula
merangkumi banyak hadis. Antaranya ialah sebuah hadith yang bermaksud: “Apabila
tiba waktu sembahyang hendaklah salah seorang kamu melakukan azan dan yang
lebih tua daripada kamu hendaklah menjadi imam.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Keutamaan Azan dan Iqamah
Allah Subhanahu Wata'ala berfirman : " Dan siapakah yang lebih baik
perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang
saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah
diri " ( QS. Fushshilat : 33 )
Di dalam hadits juga banyak
disebutkan keutamaan azan dan muazzin (orang yang azan), diantaranya :
1. Muazzin lebih panjang
lehernya pada hari kiamat, berdasarkan hadits : " Dari Mu'awiyah bin Abi
Sufyan - Radiyallahu 'Anhu – dia berkata : Saya mendengar Rasulullah -
Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda: Orang-orang yang azan (
muazzin ) adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat".
2. Azan itu mengusir syetan,
berdasarkan hadits : " Dari Abu Hurairah - Radiyallahu 'Anhu – bahwasanya
Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Apabila azan
dikumandangkan maka syetan akan lari sambil terkentut-kentut sampai dia tidak
mendengarkan azan lagi, ketika azan sudah selesai maka dia kembali lagi. Ketika
Qomat dikumandangkan untuk shalat dia kembali pergi, ketika qamat sudah selesai
dia kembali lagi supaya bisa mengganggu orang yang shalat, dia mengatakan:
ingatlah ini dan ini… yang mana hal tersebut tidak teringat olehnya sebelum
shalat sehingga akhirnya seseorang tidak menyadari lagi sudah berapa raka'atkah
dia shalatnya “.
3. Kalaulah seandainya
manusia mengetahui pahala yang didapatkan ketika panggilan (azan) yang pertama
maka mereka pasti akan mengundi (untuk mendapatkannya), ini berdasarkan hadits
: " Dari Abu Hurairah - Radiyallahu 'Anhu – bahwasanya Rasulullah -
Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Kalau seandainya manusia
mengetahui pahala yang ada pada panggilan (azan) dan shaf pertama kemudian
mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan undian maka pasti mereka akan
mengundinya, dan kalaulah mereka mengetahui pahala yang akan didapatkan karena
sudah hadir pada waktu takbiratul ihram maka mereka pasti akan berlomba-lomba
(untuk menghadirinya), dan kalaulah seandainya mereka mengetahui apa yang akan
didapatkan ketika shalat isya dan shalat subuh pasti mereka akan mendatanginya
meskipun harus dengan merangkak" .
4. Tidak satupun yang
mendengarkan suara muazzin melainkan dia pasti akan menjadi saksi baginya
nanti. Abu Sa'id Al-Khudri - Radiyallahu 'Anhu – berkata kepada Abdullah bin
Abdurrahman bin Abi Sha'sha'ah Al-Anshari : " Saya perhatikan kamu sangat
menyukai kambing dan kampung, kalau kamu bersama kambingmu atau sedang berada
di kampungmu kemudian kamu azan untuk melaksanakan shalat maka tinggikanlah
suaramu ketika azan itu, karena sesungguhnya tidaklah suara muazzin itu
didengarkan oleh jin, manusia dan yang lainnya melainkan dia akan menjadi saksi
baginya pada hari kiamat. Kemudian Abu Sa'id berkata : Saya mendengarkan
(hadits) ini dari Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam ).
5. Muazzin akan diampuni
dosanya sepanjang suaranya, dan dia akan mendapatkan pahala sama dengan pahala
orang-orang yang shalat bersamanya. Ini berdasarkan hadits : " Dari Barra'
bin 'Azib - Radiyallahu 'Anhu – bahwasanya Nabi - Shalallahu 'Alaihi Wasallam –
bersabda : Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya akan bershalawat untuk
orang-orang di shaf yang terdepan, dan muazzin akan diampuni dosanya sepanjang
suaranya, dan dia akan dibenarkan oleh segala sesuatu yang mendengarkannya,
baik benda basah maupun benda kering, dan dia akan mendapatkan pahala seperti
pahala orang-orang yang shalat bersamanya" ).
6. Nabi mendo'akan untuk muazzin
supaya mendapatkan ampunan dari Allah, ini berdasarkan hadits : " Dari Abu
Hurairah - Radiyallahu 'Anhu – dia berkata : Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa
Aalihi Wasallam – bersabda : Seorang Imam Penjamin (pelaksanaan shalat) dan
Muazzin orang yang diberikan kepercayaan untuk menjaganya, Ya Allah tunjukilah
para Imam dan berilah ampunan untuk para muazzin" ) .
7. Azan akan menyebabkan
diampuninya dosa dan dimasukkan ke dalam sorga, berdasarkan hadits " Dari
'Uqbah bin 'Amir - Radiyallahu 'Anhu – dia berkata : saya mendengar Rasulullah
- Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda: Tuhan kalian ( Allah )
sangat kagum dengan seorang pengembala kambing di puncak bukit ( gunung )
ketika dia azan dan shalat sendiri. Kemudian Allah berfirman : lihatlah
hamba-Ku ini, dia azan dan mendirikan shalat karena takut kepada-Ku, maka
sungguh aku telah mengampuni dosanya dan memasukkannya ke dalam sorga" ).
8. Hadits yang diriwayatkan
oleh Ibnu 'Umar bahwasanya Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam –
bersabda : " Siapa saja yang melakukan azan sebanyak dua belas kali dalam
setahun maka dia berhak masuk sorga, dan akan dicatatkan baginya enam puluh
kebaikan setiap hari dia azan, dan untuk setiap qomat (dicatatkan ) tiga puluh
kebaikan" ).
Manfaat Mendengarkan Adzan
“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan
muadzin, kemudian bershalawatlah untukku, karena siapa yang bershalawat untukku
niscaya Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali. Kemudian ia meminta
kepada Allah al-wasilah atasku, karena al-wasilah ini merupakan sebuah
tempat/-kedudukan di surga, di mana tidak pantas tempat tersebut dimiliki
kecuali untuk seseorang dari hamba Allah dan aku berharap, akulah orangnya.
Siapa yang memintakan al-wasilah untukku maka ia pasti beroleh syafaat.” (HR.
Muslim no. 847)
Siapa yang ketika mendengar
adzan mengucapkan doa, “Ya Allah! Wahai Rabbnya seruan yang sempurna ini dan
shalat yang akan ditegakkan ini, berikanlah kepada Muhammad al-wasilah dan
keutamaan, dan bangkitkanlah beliau pada tempat yang dipuji (maqam mahmud) yang
telah Engkau janjikan kepadanya4”, niscaya ia pasti akan beroleh syafaatku pada
hari kiamat.(HR. Al-Bukhari no. 614, 4719).
Saat kita mendengarkan Adzan
ada hal yang patut kita lakukan, yaitu anatara lain:
1. Menirukan secara pelan
apa yang diucapkan muadzin. Diriwayatkan dari Abu Sa’id bahwasannya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian mendengar adzan, maka
ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muadzin.” [Hadits shahih diriwayatkan
oleh Al_Bukhari dan Muslim].
Adapun apabila muadzin
mengucapkan hayya ‘alash shalahdan hayya ‘alal falah, maka ucapkanlah: la haula
wala quwwata illa billah. Hal ini berdasar-kan hadits Umar bin Khaththab, ia
berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda; …Kemudian
muadzin mengucapkan hayya ‘alash shalah, ia menjawab: la haula wala quwwata
illa billah; kemudian muadzin mengucapkan hayya ‘alal falah, ia menjawab: la
haula wala quwwata illa billah…” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim dan
Abu Dawud].
Berdasarkan hadits-hadits di
atas, maka jumhur ulama berpendapat bahwa jawaban hai’alatain dikhususkan
dengan hadits ini dari keumuman hadits Abu Sa’id di atas. Karena hai’alatain
adalah khithab (perintah), dan tidak ada faidahnya diulang kembali. Kemudian,
apa jawabannya jika muadzin mengucapkan: “ash_shalatu khaoirum minan naum”.
Jawabanya: Pendengarnya juga menjawabnya dengan ucapan, “ash_shalatu khaoirum
minan naum” berdasarkan keumuman hadits Abu Sa’id di atas. Adapun pendapat yang
mengatakan bahwa pendengar menjawab dengan jawaban: “shadaqta wa bararta”
adalah pendapat yang tidak ada dasarnya dari hadits shahih. Oleh karena itu,
tidak boleh beribadah dengan sesuatu yang tidak ada dasarnya. Wallahu ‘alam.
Abu Malik Kamal bin As_Sayyid
Salim dalam kitab Shahih Fiqih Sunnah mengatakan bahwa ketika muadzin
mengucapkan dua kalimat syahadat, maka pendengar sudah cukup menjawab: wa ana
(saya juga), atau dengan jawaban: wa ana asyhad (aku juga bersaksi). Hal ini
berdasarkan hadits Sahl bin Hanif bahwa ketika Mu’awiyah bin Abi Sufyan duduk
di atas mimbar dan muadzin sedang mengucapkan: Allahu Akbar – Allahu Akbar, aku
men-dengar Mu’awiyah menjawab: Allahu Akbar – Allahu Akbar. Di saat muadzin
mengucapkan: Asyhadu allaa ilaaha illallah, ia menjawab: wa ana (saya juga).
Lalu muadzin mengucapkan: Asyhadu anna Muhammadar rasulullah, ia menjawab: wa
ana (saya juga).
Setelah adzan selesai, ia
berkata: “Wahai manusia sekalian, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam di majelis ini, ketika muadzin sedang mengumandangkan adzan,
beliau mengucapkan seperti apa yang telah kalian dengar dariku.” [Hadits shahih
diriwayatkan oleh Al_Bukhari, An_Nasa’i, dan Ahmad (IV/95)]
2. Mengucapkan shalawat atas
Nabi dan memintakan wasilah untuk beliau setelah adzan. Diriwayatkan dari
Abdullah bin ‘Amir bahwasannya ia pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Jika kalian men-dengar
suara muadzin, maka uacapkanlah seperti yang diucapkannya kemudian
bershalawatlah kepadaku. Sebab barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali,
maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian mohonlah kepada
Allah wasilah untukku. Sesungguhnya wasilah adalah suatu kedudukan di surga
yang tidak diberikan kecuali kepada seorang hamba Allah, dan aku berharap bahwa
akulah orangnya. Barang-siapa memohon kepada Allah wasilah untukku, maka orang
tersebut berhak mendapat syafaatku.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim,
Abu Dawud, At_Tirmidzi, dan An_Nasa’i (II/25)]
3. Mengucapkan syahadatain
serta ridha kepada Allah, Rasul, dan agama_Nya. Diriwayatkan dari Sa’d bin Abi
Waqqash, dari Rasulullah, beliau bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan,
ketika mendengar panggilan adzan: ‘Aku bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan)
yang hak kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi_Nya, dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan_Nya. Aku ridha Allah sebagai Rabbku,
Islam sebagai agamaku, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
rasulku, maka akan diampuni’ dosa-dosanya yang telah lalu.” [Hadits shahih
diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, dan At_Tirmidzi]
4. Berdoa di antara adzan
dan iqamah, karena doa di antara adzan dan iqamah adalah doa yang mustajab.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Berdoa di antara adzan dan iqamah tidak akan
tertolak, maka berdoalah.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud,
At_Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahamad (III/155)]
Rahasia Keagungan dari Azan
dan Iqamah Adzan dan iqamah, pada tatanan antropologis masa kejayaan Islam
pertama, sejak zaman tasyri’, dimana zaman Rasulullah dan shabat nabi sedang
menerima wahyu, adalah ternyata tidak hanya sekedar diperintahkan untuk
memanggil umat Islam sebagai tanda masuknya waktu sholat atau pelaksanaan
ibadah shalat. Akan tetapi, lebih jauh dari itu, azan dan iqamat menjadi sebuah
kalimat yang menakjubkan untuk sebuah pristiwa fenomenal kehidupan kaum
muslimin pasa saat urgensial atau interesting, baik secara individual maupun kolektif.
Misalnya, adzan dan Iqomat bisa dibacakan untuk kepada Anak yang Baru Lahir dan
untuk peristiwa penting lainnya. Disunnatkan mengadzankan pada anak yang baru
lahir, tepat pada telinga kanannya dan mengiqomatkan anak tersebut pada telinga
kirinya, seperti adzan dan iqomat pada sholat 5 waktu. Tidak berbeda perlakuan
adzan dan iqomat ini kepada anak laki-laki ataupun anak perempuan. Hal ini
disandarkan pada beberapa hadis antara lain;
Dari Abi Rofi’ radhiyallahu
‘anhu berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah mengadzankan Sayyidina Husain di
telinganya pada saat Sayyidina Husain baru dilahirkan oleh Sayyidatuna Fatimah
dengan bacaan adzan untuk sholat .” (HR. Ahmad, Abu dawud, Tarmidzi,
dishohihkannya).
Dari Abi Rofi’ berkata dia,
“Aku pernah melihat Nabi melakukan adzan pada telinga Al Hasan dan Al Husain
radhiyallahu ‘anhuma.” (HR. Thabrani). • “Barangsiapa yang kelahiran seorang
anak, lalu anaknya diadzankan pada telinganya yang sebelah kanan serta di
iqomatkan pada telinga yang kiri, niscaya tidaklah anak tersebut diganggu oleh
Ummu Shibyan (HR. Ibnu Sunni, Imam Haitsami menuliskan riwayat ini pada Majmu’
Az Zawaid, jilid 4,halaman 59).
Menurut pensyarah hadis,
Ummu Shibyan adalah jin wanita yang selalu mengganggu dan mengikuti anak-anak
bayi. Di Indonesia terkenal dengan sebutan kuntilanak atau kolong wewe.
Di dalam kitab Majmu Syarah
Muhaddzab, Imam Nawawi meriwayatkan sebuah riwayat yang dikutip dari para ulama
Syafi’i, bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu ‘anhu pernah melakukan
adzan dan iqomat pada anaknya yang baru lahir. Dari keterangan ini jelaslah
bagi kita bahwa perkataan orang yang selama ini mengatakan amalan mengadzankan
anak yang baru lahir, yang dianggap hadits yang disandarkan pada hadits-hadits
dhoif belaka, adalah tidak benar sama sekali.
Selain dua hal tersebut di
atas, para ulama Madzhab Syafi’i mengumpulkan dalil-dalil akan adanya manfaat
adzan yang lain. Salah satunya saya kutipkan dari kitab Fathul Mu’in karangan
Syaikh Zainuddin al Malibari, juga telah disyarahkan keterangannya dalam
I’anatut Thalibin oleh Syaikh Sayyid Abi Bakri Syatho’, jilid 2 halaman 268,
cetakan Darul Fikri.
Dalam kitab Fathul Mu’in itu
disebutkan, ”Dan telah disunnatkan juga adzan untuk selain keperluan memanggil
sholat, beradzan pada telinga orang yang sedang berduka cita, orang yang ayan
(sakit sawan), orang yang sedang marah, orang yang jahat akhlaknya, dan
binatang yang liar atau buas, saat ketika terjadi kebakaran, saat ketika
jin-jin memperlihatkan rupanya yakni bergolaknya kejahatan jin, dan adzan serta
iqomat pada telinga anak yang baru lahir, dan saat orang musafir memulai
perjalanan.”
Demikian juga, adzan dan
iqamah bisa dibacakan pada saat seseorang sedang marah atau geram. Sudah umum
diketahui bahwa orang yang sedang marah, berakhlak buruk, binatang liar umumnya
terpengaruh oleh gangguan syaitan atau jin, maka adzan pada hal-hal demikian
itu, menyebabkan syaitan /jin yang mengganggu akan lari sampai terkentut-kentut
bila mendengar adzan (H.R. Bukhari Muslim).
Kemudian, Azan dan iqamah
juga bisa dilakukan kepada manusia yang sudah meninggal atu u mayat ketika akan
dimasukkan ke dalam kubur. Hal ini masih masalah khilafiyah, tetapi, sebagian
ulama mengatakan sunnat dan sebagian lagi mengatakan tidak sunnat. Di antara
ulama kita yang berpendapat tidak sunnat mengadzankan mayat adalah Syaikh Ibnu
Hajar al Haitami rahimahullahu ta’ala, namun demikian, tidak dapat dikatakan
sebagai perbuatan bid’ah sesuatu perkara yang statusnya khilafiyah. Azan bisa
dibacakan pada saat dimana kita merasa takut akan suatu peristiwa besar ,
peristiwa besar ini bisa hal fenomena alam, ataupun lainnya, seperti ada angin
besar, ada kebakaran, atau tsunami atau peristiwa lainnya seperti adanya
gangguan makhluk yang menakutkan dan menyerang kita.
Berikut ini ada satu hal
yang patut kita perhatikan. Coba kita amati. Mengapa kebanyakan orang yg hampir
ajal atau syakaratul maut tidak dapat berkata apa- apa,
lidahnya kelu, keras, dan hanya mimik mukanya yang menahan kesakitan 'sakaratul
maut'…? Sekali lagi mengapa? Anda Tahu? Ini jawabannya, Rasulullah
mengisyaratkan…… Diriwayatkan sebuah hadis yg bermaksud: "Hendaklah kamu
mendiamkan diri ketika azan, jika tidak Alloh akan kelukan lidahnya ketika maut
menghampirinya." Hal ini jelas menunjukkan, kita disarankan agar
mendiamkan diri, jangan berkata apa-apa pun saat dimana azan berkumandang.
(Ubes Nur Islam dari berbagai sumber)
Comments
Post a Comment