Ini Fakta dan Rahasia Agung DI BALIK AZAN DAN QOMAT

 

Ini Fakta dan Rahasia Agung

DI BALIK AZAN DAN QOMAT


Ubes Nur Islam


 

Alternatif & SolusiLatar belakang Praktek ibadah dalam Islam, bukanlah sebuah hasil rekayasa atau kreasi semata-mata dari cipta karya buatan seseorang manusia dari pemuka agama, sebagaiman ummat lainnya, dimana setiap jenis ibadah merupakan karya kreatifitas seseorang dari hasil renungannya. Justru setiap mekanisme amaliyah ibadah dalam Islam merupakan pekerjaan yang dituntut untuk dilakukan dan dalalahnya ditunjukan oleh wayu yang diterima dari Allah kepada Nabinya, baik secara langsung maupun perantara, atau media lainnya. Termasuk mekanisme penyeruan kepada sekelompok (ummat) Islam yang akan melakukan ibadahnya secara berjamah (kolektif), seperti kegiatan ini, yang dalam Islam disebut AZAN dan IQAMAH.

Hukum Islam tentang praktek ibadah sholat wajib sudah nyata, dilakukan secara berjamaah (kolektif) dan dilaksanakan sesuai waktunya, atau pelaksanaan amaliyah tiba pada waktunya, untuk mengkondisikan kebersamaan dalam kegiatan amaliyah tersebut membutuhkan media untuk merangkul kebersamaan tersebut, namun demikian, media ini tentu saja hal yang harus berbeda dengan cara ummat lainnya, Islam memiliki citra keagungan sendiri, makanya tidak perlu menggunakan alat-alat atau media yang digunakan oleh penganut lainnya (non mukmin) waktu. Tak heran jika saat itu para shahabat Rasulullah bermusyawarah untuk efektifitas bagaimana mekanisme mengundang dan mengajak atau memberikan informasi bahwa kegiatan ibadah jam’iyah bisa terlaksana secara bersama-sama (jam’iyah).

 

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, riwayat dari Ibnu `Umar RA. Dia berkata, “Pada mulanya ketika orang-orang Islam berhijrah ke Madinah, mereka berkumpul dan menunggu untuk mengerjakan sembahyang. Ketika itu tidak ada orang yang menyeru melaungkan azan) untuk menunaikannya. Pada suatu hari Nabi telah mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah tentang cara untuk memberitahu masuknya waktu solat serta mengajak orang ramai agar ke masjid melakukan solat jemaah.

 

Dalam permusyawarahan itu, terdapat beberapa pandangan dari para shahabat. Ada yang berpandangan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu solat, ada yang berpandangan ditiup serunai ataupun trompet; dan ada sementara lainnya yang berpandangan supaya dibunyikan lonceng. Semua usul yang diajukan telah ditolak oleh Rasulullah (kerana meniup serunai atau trompet dan memukul loceng adalah cara pemanggilan sembahyang bagi masyarakat Yahudi dan Nashroni. Lalu, Umar bin al-khattab mengusulkan agar meneriakkan ucapan: “Telah datang waktu solat……” (sambil berteriak). Usul ini telah diterima oleh Rasulullah tetapi baginda menukar lafaz itu dengan lafaz “assolatu jami`ah” yang bererti “marilah solat berjemaah”.


 

Pada suatu malam Abdullah bin Zaid telah bermimpi mengenai cara yang lebih baik untuk memberitahu waktu sholat dengan mengumandangkanlah Allahu Akbar... dan seterusnya lafaz-lafaz azan”. Pada pagi harinya, Abdullah bin Zaid menemui Rasulullah. Baginda Rasul bersabda: “Mimpimu itu mimpi yang benar”. Kemudian, Nabi memerintahkan kepada Bilal bin Rabah untuk mengumandangkan azan tersebut. Ketika Bilal hendak menyerukan azan, Umar datang kepada Rasulullah dan menceritakan bahawa beliau juga bermimpi seperti apa yang diceritakan oleh Abdullah bin Zaid. (HR Bukhari dan Muslim ).

 

Untuk melengkapi referensi kitab bacaan Anda bisa dibaca pada kitab lainnya, yaitu: HR Abu Dawud (499), at-Tirmidzi (189) secara ringkas tanpa cerita Abdullah bin Zaid tentang mimpinya, al-Bukhari dalam Khalq Af'al al-Ibad, ad-Darimi (1187), Ibnu Majah (706), Ibnu Jarud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan Ahmad (16043-redaksi di atas). At-Tirmidzi berkata: "Ini hadits hasan shahih". Juga dishahihkan oleh jamaah imam ahli hadits, seperti al-Bukhari, adz-Dzahabi, an-Nawawi, dan yang lainnya. Demikian diutarakan al-Albani dalam al-Irwa (246), Shahih Abu Dawud (512), dan Takhrij al-Misykah (I: 650).

 

Dalam sebuah riwayat yang dirilis olehAl-Bazzar, Ia meriwayatkan bahwa: “Rasulullah pada malam isra’ telah diperlihatkan dengan azan dan diperdengarkan kepadanya di atas langit yang ketujuh. Kemudian Jibril mendatanginya, lalu dia menjadi imam kepada ahli langit. Antara mereka ialah Nabi Adam dan Nuh. Itulah Allah SWT menyempurnakan kemuliaan baginya ke atas penduduk langit dan bumi”. (HR Al-Bazzar)

 

Peristiwa ini terjadi pada waktu awal Islam, atau tahun pertama hijriah, dimana perintah mengerjakan sholat pada waktu maktubah (lima waktu) telah nyata dituntut untuk dilaksanakan pada setiap waktunya. Kedudukan Azan dan Iqamah Azan atau iqamah adalah kata yang memiliki kesamaan makna yaitu seruan, namun ada sedikit berbeda pada titik refleksi dan realisasinya. Azan dari segi bahasa, azan bermaksud ialah “al-i`lam” (pemberitahuan) atau “an-nida’” (seruan). Azan ialah suatu gabungan perkataan-perkataan tertentu untuk menandakan waktu solat fardu, atau boleh diertikan sebagai pemberitahuan tentang waktu solat. Penandaan ini dibuat dengan melaungkan dengan lafaz-lafaz tertentu.

 

Selanjutnya, kata iqamah, secara bahawa berarti, mendirikan sesuatu apabila telah menjadi pasti. Iqamat secara istilahnya berarti memberitahukan tentang hal pelaksanakaan shalat fardhu dengan zikir atau kalimat yang disyariatkan. Jadi azan adalah pemberitahuan tentang datangnya waktu shalat fardhu, sedangkan iqamah pemberitahuan tentah hal bahwa shalat siap segera akan dilaksanakan Kedudukan hukum secara syari’, secara Hukum Islam, melaungkan azan adalah sunat muakkad ketika hendak mendirikan sembahyang fardhu. Melaungkan azan juga adalah satu Fardu Kifayah bagi sesuatu kelompok atau kumpulan pengamal (abid) yang akan melaksanakan ibadahnya, dan tuntutan sunatnya terlaksana walaupun tidak dilakukan oleh semua ahli kumpulan tersebut. Bagi individu pula, ia merupakan satu sunat aini atau, dan pahala sunat akan diperolehi apabila seseorang itu melakukannya.

Bagi kaum wanita, disunatkan melakukan Iqamat sahaja kerana dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah apabila meninggikan suara mereka. Al-Quran, as-Sunnah dan al-Ijmak shohabi (kesepakatan shahabat nabi) menyatakan mengumandangkan azan mempunyai banyak kelebihan dan pahala yang besar. Dalil daripada Al-Quran ialah Firman Allah SWT yang bermaksud:

 • Surat al Jumu’ah ayat 9: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

 

• Surat al-Maidah ayat 58 : “dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.”

Dalil dari as-Sunnah pula merangkumi banyak hadis. Antaranya ialah sebuah hadith yang bermaksud: “Apabila tiba waktu sembahyang hendaklah salah seorang kamu melakukan azan dan yang lebih tua daripada kamu hendaklah menjadi imam.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Keutamaan Azan dan Iqamah Allah Subhanahu Wata'ala berfirman : " Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri " ( QS. Fushshilat : 33 )

 

Di dalam hadits juga banyak disebutkan keutamaan azan dan muazzin (orang yang azan), diantaranya :

1. Muazzin lebih panjang lehernya pada hari kiamat, berdasarkan hadits : " Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan - Radiyallahu 'Anhu – dia berkata : Saya mendengar Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda: Orang-orang yang azan ( muazzin ) adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat".

2. Azan itu mengusir syetan, berdasarkan hadits : " Dari Abu Hurairah - Radiyallahu 'Anhu – bahwasanya Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Apabila azan dikumandangkan maka syetan akan lari sambil terkentut-kentut sampai dia tidak mendengarkan azan lagi, ketika azan sudah selesai maka dia kembali lagi. Ketika Qomat dikumandangkan untuk shalat dia kembali pergi, ketika qamat sudah selesai dia kembali lagi supaya bisa mengganggu orang yang shalat, dia mengatakan: ingatlah ini dan ini… yang mana hal tersebut tidak teringat olehnya sebelum shalat sehingga akhirnya seseorang tidak menyadari lagi sudah berapa raka'atkah dia shalatnya “.

3. Kalaulah seandainya manusia mengetahui pahala yang didapatkan ketika panggilan (azan) yang pertama maka mereka pasti akan mengundi (untuk mendapatkannya), ini berdasarkan hadits : " Dari Abu Hurairah - Radiyallahu 'Anhu – bahwasanya Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Kalau seandainya manusia mengetahui pahala yang ada pada panggilan (azan) dan shaf pertama kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan undian maka pasti mereka akan mengundinya, dan kalaulah mereka mengetahui pahala yang akan didapatkan karena sudah hadir pada waktu takbiratul ihram maka mereka pasti akan berlomba-lomba (untuk menghadirinya), dan kalaulah seandainya mereka mengetahui apa yang akan didapatkan ketika shalat isya dan shalat subuh pasti mereka akan mendatanginya meskipun harus dengan merangkak" .

4. Tidak satupun yang mendengarkan suara muazzin melainkan dia pasti akan menjadi saksi baginya nanti. Abu Sa'id Al-Khudri - Radiyallahu 'Anhu – berkata kepada Abdullah bin Abdurrahman bin Abi Sha'sha'ah Al-Anshari : " Saya perhatikan kamu sangat menyukai kambing dan kampung, kalau kamu bersama kambingmu atau sedang berada di kampungmu kemudian kamu azan untuk melaksanakan shalat maka tinggikanlah suaramu ketika azan itu, karena sesungguhnya tidaklah suara muazzin itu didengarkan oleh jin, manusia dan yang lainnya melainkan dia akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat. Kemudian Abu Sa'id berkata : Saya mendengarkan (hadits) ini dari Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam ).

5. Muazzin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya, dan dia akan mendapatkan pahala sama dengan pahala orang-orang yang shalat bersamanya. Ini berdasarkan hadits : " Dari Barra' bin 'Azib - Radiyallahu 'Anhu – bahwasanya Nabi - Shalallahu 'Alaihi Wasallam – bersabda : Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya akan bershalawat untuk orang-orang di shaf yang terdepan, dan muazzin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya, dan dia akan dibenarkan oleh segala sesuatu yang mendengarkannya, baik benda basah maupun benda kering, dan dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat bersamanya" ).

6. Nabi mendo'akan untuk muazzin supaya mendapatkan ampunan dari Allah, ini berdasarkan hadits : " Dari Abu Hurairah - Radiyallahu 'Anhu – dia berkata : Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Seorang Imam Penjamin (pelaksanaan shalat) dan Muazzin orang yang diberikan kepercayaan untuk menjaganya, Ya Allah tunjukilah para Imam dan berilah ampunan untuk para muazzin" ) .

7. Azan akan menyebabkan diampuninya dosa dan dimasukkan ke dalam sorga, berdasarkan hadits " Dari 'Uqbah bin 'Amir - Radiyallahu 'Anhu – dia berkata : saya mendengar Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda: Tuhan kalian ( Allah ) sangat kagum dengan seorang pengembala kambing di puncak bukit ( gunung ) ketika dia azan dan shalat sendiri. Kemudian Allah berfirman : lihatlah hamba-Ku ini, dia azan dan mendirikan shalat karena takut kepada-Ku, maka sungguh aku telah mengampuni dosanya dan memasukkannya ke dalam sorga" ).

8. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Umar bahwasanya Rasulullah - Shalallahu 'Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : " Siapa saja yang melakukan azan sebanyak dua belas kali dalam setahun maka dia berhak masuk sorga, dan akan dicatatkan baginya enam puluh kebaikan setiap hari dia azan, dan untuk setiap qomat (dicatatkan ) tiga puluh kebaikan" ).

Manfaat Mendengarkan Adzan “Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan muadzin, kemudian bershalawatlah untukku, karena siapa yang bershalawat untukku niscaya Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali. Kemudian ia meminta kepada Allah al-wasilah atasku, karena al-wasilah ini merupakan sebuah tempat/-kedudukan di surga, di mana tidak pantas tempat tersebut dimiliki kecuali untuk seseorang dari hamba Allah dan aku berharap, akulah orangnya. Siapa yang memintakan al-wasilah untukku maka ia pasti beroleh syafaat.” (HR. Muslim no. 847)

 

Siapa yang ketika mendengar adzan mengucapkan doa, “Ya Allah! Wahai Rabbnya seruan yang sempurna ini dan shalat yang akan ditegakkan ini, berikanlah kepada Muhammad al-wasilah dan keutamaan, dan bangkitkanlah beliau pada tempat yang dipuji (maqam mahmud) yang telah Engkau janjikan kepadanya4”, niscaya ia pasti akan beroleh syafaatku pada hari kiamat.(HR. Al-Bukhari no. 614, 4719).

Saat kita mendengarkan Adzan ada hal yang patut kita lakukan, yaitu anatara lain:

1. Menirukan secara pelan apa yang diucapkan muadzin. Diriwayatkan dari Abu Sa’id bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian mendengar adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muadzin.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Al_Bukhari dan Muslim].

Adapun apabila muadzin mengucapkan hayya ‘alash shalahdan hayya ‘alal falah, maka ucapkanlah: la haula wala quwwata illa billah. Hal ini berdasar-kan hadits Umar bin Khaththab, ia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda; …Kemudian muadzin mengucapkan hayya ‘alash shalah, ia menjawab: la haula wala quwwata illa billah; kemudian muadzin mengucapkan hayya ‘alal falah, ia menjawab: la haula wala quwwata illa billah…” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud].

Berdasarkan hadits-hadits di atas, maka jumhur ulama berpendapat bahwa jawaban hai’alatain dikhususkan dengan hadits ini dari keumuman hadits Abu Sa’id di atas. Karena hai’alatain adalah khithab (perintah), dan tidak ada faidahnya diulang kembali. Kemudian, apa jawabannya jika muadzin mengucapkan: “ash_shalatu khaoirum minan naum”. Jawabanya: Pendengarnya juga menjawabnya dengan ucapan, “ash_shalatu khaoirum minan naum” berdasarkan keumuman hadits Abu Sa’id di atas. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa pendengar menjawab dengan jawaban: “shadaqta wa bararta” adalah pendapat yang tidak ada dasarnya dari hadits shahih. Oleh karena itu, tidak boleh beribadah dengan sesuatu yang tidak ada dasarnya. Wallahu ‘alam.

 

Abu Malik Kamal bin As_Sayyid Salim dalam kitab Shahih Fiqih Sunnah mengatakan bahwa ketika muadzin mengucapkan dua kalimat syahadat, maka pendengar sudah cukup menjawab: wa ana (saya juga), atau dengan jawaban: wa ana asyhad (aku juga bersaksi). Hal ini berdasarkan hadits Sahl bin Hanif bahwa ketika Mu’awiyah bin Abi Sufyan duduk di atas mimbar dan muadzin sedang mengucapkan: Allahu Akbar – Allahu Akbar, aku men-dengar Mu’awiyah menjawab: Allahu Akbar – Allahu Akbar. Di saat muadzin mengucapkan: Asyhadu allaa ilaaha illallah, ia menjawab: wa ana (saya juga). Lalu muadzin mengucapkan: Asyhadu anna Muhammadar rasulullah, ia menjawab: wa ana (saya juga).

 

Setelah adzan selesai, ia berkata: “Wahai manusia sekalian, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di majelis ini, ketika muadzin sedang mengumandangkan adzan, beliau mengucapkan seperti apa yang telah kalian dengar dariku.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Al_Bukhari, An_Nasa’i, dan Ahmad (IV/95)]

 

2. Mengucapkan shalawat atas Nabi dan memintakan wasilah untuk beliau setelah adzan. Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amir bahwasannya ia pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika kalian men-dengar suara muadzin, maka uacapkanlah seperti yang diucapkannya kemudian bershalawatlah kepadaku. Sebab barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian mohonlah kepada Allah wasilah untukku. Sesungguhnya wasilah adalah suatu kedudukan di surga yang tidak diberikan kecuali kepada seorang hamba Allah, dan aku berharap bahwa akulah orangnya. Barang-siapa memohon kepada Allah wasilah untukku, maka orang tersebut berhak mendapat syafaatku.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, At_Tirmidzi, dan An_Nasa’i (II/25)]

 

3. Mengucapkan syahadatain serta ridha kepada Allah, Rasul, dan agama_Nya. Diriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash, dari Rasulullah, beliau bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan, ketika mendengar panggilan adzan: ‘Aku bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang hak kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi_Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan_Nya. Aku ridha Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulku, maka akan diampuni’ dosa-dosanya yang telah lalu.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, dan At_Tirmidzi]

 

4. Berdoa di antara adzan dan iqamah, karena doa di antara adzan dan iqamah adalah doa yang mustajab. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berdoa di antara adzan dan iqamah tidak akan tertolak, maka berdoalah.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud, At_Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahamad (III/155)]

 

Rahasia Keagungan dari Azan dan Iqamah Adzan dan iqamah, pada tatanan antropologis masa kejayaan Islam pertama, sejak zaman tasyri’, dimana zaman Rasulullah dan shabat nabi sedang menerima wahyu, adalah ternyata tidak hanya sekedar diperintahkan untuk memanggil umat Islam sebagai tanda masuknya waktu sholat atau pelaksanaan ibadah shalat. Akan tetapi, lebih jauh dari itu, azan dan iqamat menjadi sebuah kalimat yang menakjubkan untuk sebuah pristiwa fenomenal kehidupan kaum muslimin pasa saat urgensial atau interesting, baik secara individual maupun kolektif. Misalnya, adzan dan Iqomat bisa dibacakan untuk kepada Anak yang Baru Lahir dan untuk peristiwa penting lainnya. Disunnatkan mengadzankan pada anak yang baru lahir, tepat pada telinga kanannya dan mengiqomatkan anak tersebut pada telinga kirinya, seperti adzan dan iqomat pada sholat 5 waktu. Tidak berbeda perlakuan adzan dan iqomat ini kepada anak laki-laki ataupun anak perempuan. Hal ini disandarkan pada beberapa hadis antara lain;

Dari Abi Rofi’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah mengadzankan Sayyidina Husain di telinganya pada saat Sayyidina Husain baru dilahirkan oleh Sayyidatuna Fatimah dengan bacaan adzan untuk sholat .” (HR. Ahmad, Abu dawud, Tarmidzi, dishohihkannya).

Dari Abi Rofi’ berkata dia, “Aku pernah melihat Nabi melakukan adzan pada telinga Al Hasan dan Al Husain radhiyallahu ‘anhuma.” (HR. Thabrani). • “Barangsiapa yang kelahiran seorang anak, lalu anaknya diadzankan pada telinganya yang sebelah kanan serta di iqomatkan pada telinga yang kiri, niscaya tidaklah anak tersebut diganggu oleh Ummu Shibyan (HR. Ibnu Sunni, Imam Haitsami menuliskan riwayat ini pada Majmu’ Az Zawaid, jilid 4,halaman 59).

Menurut pensyarah hadis, Ummu Shibyan adalah jin wanita yang selalu mengganggu dan mengikuti anak-anak bayi. Di Indonesia terkenal dengan sebutan kuntilanak atau kolong wewe.

Di dalam kitab Majmu Syarah Muhaddzab, Imam Nawawi meriwayatkan sebuah riwayat yang dikutip dari para ulama Syafi’i, bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu ‘anhu pernah melakukan adzan dan iqomat pada anaknya yang baru lahir. Dari keterangan ini jelaslah bagi kita bahwa perkataan orang yang selama ini mengatakan amalan mengadzankan anak yang baru lahir, yang dianggap hadits yang disandarkan pada hadits-hadits dhoif belaka, adalah tidak benar sama sekali.

Selain dua hal tersebut di atas, para ulama Madzhab Syafi’i mengumpulkan dalil-dalil akan adanya manfaat adzan yang lain. Salah satunya saya kutipkan dari kitab Fathul Mu’in karangan Syaikh Zainuddin al Malibari, juga telah disyarahkan keterangannya dalam I’anatut Thalibin oleh Syaikh Sayyid Abi Bakri Syatho’, jilid 2 halaman 268, cetakan Darul Fikri.

 

Dalam kitab Fathul Mu’in itu disebutkan, ”Dan telah disunnatkan juga adzan untuk selain keperluan memanggil sholat, beradzan pada telinga orang yang sedang berduka cita, orang yang ayan (sakit sawan), orang yang sedang marah, orang yang jahat akhlaknya, dan binatang yang liar atau buas, saat ketika terjadi kebakaran, saat ketika jin-jin memperlihatkan rupanya yakni bergolaknya kejahatan jin, dan adzan serta iqomat pada telinga anak yang baru lahir, dan saat orang musafir memulai perjalanan.”

 

Demikian juga, adzan dan iqamah bisa dibacakan pada saat seseorang sedang marah atau geram. Sudah umum diketahui bahwa orang yang sedang marah, berakhlak buruk, binatang liar umumnya terpengaruh oleh gangguan syaitan atau jin, maka adzan pada hal-hal demikian itu, menyebabkan syaitan /jin yang mengganggu akan lari sampai terkentut-kentut bila mendengar adzan (H.R. Bukhari Muslim).

 

Kemudian, Azan dan iqamah juga bisa dilakukan kepada manusia yang sudah meninggal atu u mayat ketika akan dimasukkan ke dalam kubur. Hal ini masih masalah khilafiyah, tetapi, sebagian ulama mengatakan sunnat dan sebagian lagi mengatakan tidak sunnat. Di antara ulama kita yang berpendapat tidak sunnat mengadzankan mayat adalah Syaikh Ibnu Hajar al Haitami rahimahullahu ta’ala, namun demikian, tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan bid’ah sesuatu perkara yang statusnya khilafiyah. Azan bisa dibacakan pada saat dimana kita merasa takut akan suatu peristiwa besar , peristiwa besar ini bisa hal fenomena alam, ataupun lainnya, seperti ada angin besar, ada kebakaran, atau tsunami atau peristiwa lainnya seperti adanya gangguan makhluk yang menakutkan dan menyerang kita.

 

Berikut ini ada satu hal yang patut kita perhatikan. Coba kita amati. Mengapa kebanyakan orang yg hampir ajal atau syakaratul maut tidak dapat berkata apa- apa, lidahnya kelu, keras, dan hanya mimik mukanya yang menahan kesakitan 'sakaratul maut'…? Sekali lagi mengapa? Anda Tahu? Ini jawabannya, Rasulullah mengisyaratkan…… Diriwayatkan sebuah hadis yg bermaksud: "Hendaklah kamu mendiamkan diri ketika azan, jika tidak Alloh akan kelukan lidahnya ketika maut menghampirinya." Hal ini jelas menunjukkan, kita disarankan agar mendiamkan diri, jangan berkata apa-apa pun saat dimana azan berkumandang. (Ubes Nur Islam dari berbagai sumber)

Comments