TEKNIK MENENTUKAN ARAH KIBLAT PALING EFEKTIF
TEKNIK MENENTUKAN
ARAH KIBLAT PALING EFEKTIF
Ubes Nur Islam
Sebuah Latar Fenomenal
Alternatif & Solusi - Ka’bah menjadi acuan arah
ketika umat Islam melakukan ibadah shalat begitu penting. Para ulama sepakat
bahwa menghadap kiblat adalah syarat wajib dalam shalat. Kesepakatan para ulama
juga sampai kepada keputusan bila seseorang mampu melihat bangunan kakbah
ketika shalat, maka wajib menghadapnya secara yakin. Hanya yang menjadi
perbedaan di kalangan ulama, jika Ka’bah tidak terlihat. Jumhur ulama (kecuali
Syafi’iyyah) berpendapat bahwa yang diwajibkan menghadap arah Ka’bah saja.
Dengan demikian, menghadap ke
arah kiblat atau arah Ka’bah dimana berada, ketika melaksanakan shalat
merupakan kewajiban seorang muslim. Untuk kita yang berada di Mesjidil Haram
tentu sangat mudah karena kita langsung berhadapan dengan Ka’bah. Namun
bagaimana dengan muslim yang berada di luar Masjidil Haram dan di luar Negara
Arab Saudi. Kemana meraka harus menghadap ketika melaksanakan shalat? Beberapa
ulama mengatakan bahwa bagi kaum muslim yang berada di dalam Masjidil Haram
maka langsung menghadapkan badannya tepat ke arah Ka’bah, bagi mereka yang
berada di luar Masjidil Haram maka harus menghadapkan badannya ke Masjidil
Haram dan bagi mereka yang berada di luar Negara Arab Saudi harapannya bisa
menghadapkan badannya ke Negara Arab Saudi.
Akhir-akhir ini ditemukan
beberapa isu arah kiblat, bahwa dikabarkan ramai di Jawa Tengah, mengingat
beberapa masjid diketahui bergeser dari arah seharusnya menghadap Ka’bah.
Seperti yang diberitakan dari REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, bahwa Masjid Raya
Baiturahman Semarang yang setelah ditelusuri ternyata kiblat bergeser 2 derajat
nol menit 32,48 detik, kurang ke selatan dari arah seharusnya. Mengingat jarak
Indonesia ke Ka’bah di Mekkah cukup jauh, meski dengan derajat pergeseran
‘kecil’ namun hal itu membuat masjid ini berkiblat melenceng 214 kilometer dari
Ka’bah.
Fenomena kejadian salah arah
kiblat, diyakini bukan hanya terjadi di Jawa Tengah. Kesalahan ini mungkin saja
terjadi di seluruh Indonesia mengingat cara-cara penentuan kiblat masa lalu
adalah hampir sama, dan memang belum banyak yang benar-benar menggunakan
pemanfaatan teknologi informasi (TI) dalam penentuan arah kiblat, mengingat
‘penemuan’ koordinat dari Ka’bah secara meluas juga baru setelah layanan
seperti Google Earth diluncurkan.
Kendati demikian, tingkat melenceng antara masjid yang satu dengan masjid lainnya, bisa jadi tidak sama. Mungkin ini karena ada juga masjid yang sudah menggunakan pengukuran dengan kompas yang juga dilengkapi dengan petunjuk arah Kiblat. Namun, kompas dengan penunjuk arah kiblat itu lebih banyak hanya ditujukan dan digunakan di kota-kota besar saja, sehingga ketika untukkotakecil bahkan kecamatan atau kelurahan/desa, biasanya menggunakan posisi kiblat dengan mengacu ke kota besar terdekat.
Sehubungan dengan itu, untuk
menentukan arah Kiblat tentu saja membutuhkan metode atau tata cara sesuai
disiplin ilmu falak. Seorang ahli ilmu falak dari Indonesia, Arwin Juli
Rakhmadi Butar-Butar telah menulis sebuah buku yang berjudul “Kakbah dan
Problematika Arah Kiblat”. Dalam buku ini dipaparkan dengan terperinci
bagaimana proses yang mesti dilakukan untuk menentukan arah kiblat.
Proses yang termaktub di dalam
buku ini berdasarkan disiplin ilmu falak dan praktek yang sudah lazim dilakukan
para penulis umumnya. Dia menekuni disiplin Ilmu Falak ini saat masih menjadi
mahasiswa strata satu hingga meraih gelar Doktor di Institute of Arab Researc
dan Studies, Kairo-Mesir.
Di dalam buku ini, penulis
menjelaskan bahwa perbincangan teori dan metode dalam menentukan arah kiblat
berawal di abad 3/9. Bahkan Al-Biruni di dalam karyanya “al-Qanun al-Mas’udy”
telah mengurai secara ringkas tata cara penentuan arah kiblat secara astronomis
dan sistematis.
Di Indonesia, diskursus arah
kiblat telah dipelopori oleh Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 1227 M),
pengarang kitab Sabilal Muhtadiin, yang belajar ilmu falak langsung dengan
Ibrahim Ar-Rais az-Zamzami. Namun semarak kajian astronomi (falak) praktis di
Indonesia pertama kali dicetuskan oleh KH. Ahmad Dahlan (w. 1923 M). Sehingga
wajar bila Muhammadiyah mengklaim sebagai lokomotif pengguna hisab astronomis
penentuan waktu dan momen ibadah di tanah air ini.
Dalam praktik penentuan arah
kiblat, ada tiga cara modern yang sering digunakan. Yaitu, (1) menggunakan ilmu
ukur segitiga bola, (2) memperhitungkan bayang-bayang kiblat, (3) memanfaatkan
momen matahari melintas di atas Kakbah.
Cara ketiga adalah cara
sederhana yang dapat dilakukan tanpa memerlukan hitungan. Yaitu, ketika terjadi
deklanasi matahari sama dengan Lintang Ka’bah atau Makkah. Untuk Indonesia,
memomen ini terjadi dua kali, yaitu setiap tanggal 27 Mei (tahun kabisat) atau
28 Mei (tahun Basitat) pukul 16:18 WIB dan tanggal 16 Juli (tahun kabisat) atau
16 Juli (tahun Basitat) pukul 16: 27 WIB.
Dalam perkembangan teknologi
yang makin maju, penentuan arah kiblat kini bisa dilakukan dengan cara yang
lebih mudah dan peraktis. Saat ini teknologi mutakhir telah menyumbangkan
metode yang lebih mudah dalam dua cara, yaitu pemanfaatan Global Positioning
System (GPS) dan hadirnya layanan Google Earth.
GPS ditemukan oleh Departemen
Pertahanan Amerika Serikat dan Ivan Getting yang merupakan sistem satelit
navigasi, yang utamanya didesain untuk navigasi. Saat ini GPS juga menonjol
sebagai perangkat waktu (timing). Dengan 18 satelit, dimana masing-masing ada
enam dalam tiga orbit angka dengan jarak 120º, dan stasiun bumi, membentuk GPS
awal.
Google Earth merupakan besutan
aplikasi dari Google yang dikenal sebagai mesin pencarian, hal ini merupakan
sebuah program pemetaan interaktif yang disediakan oleh satelit dan fotografi
udara yang mencakup keseluruhan planet Bumi. Google Earth dianggap sangat
akurat karena dapat menggambarkan posisi gunung, gedung, rumah, termasuk masjid
hingga sedekat-dekatnya.
Dengan GPS dan dipermudah
Google Earth-lah, posisi Ka’bah di Mekkah, Arab Saudi, kini dengan mudahnya dijejak.
Seperti ditunjukkan dari Goole Earth, koordinat letak Ka’bah adalah 21º 25′
21.05” Lintang Utara dan 39º 49’ 34.31” Bujur Timur. Koordinat inilah yang
memudahkan untuk melihat apakah posisi kiblat masjid yang ada ini melenceng
atau tidak.
Cara sederhana yang digunakan
apakah terjadi deviasi atau tidak arah kiblat masjid yang ada dengan menarik garis dari titik sentral
Ka’bah ke masjid yang akan kita uji. Pengujian ini adalah indikasi awal apakah
kiblat melenceng atau tidak. Disebut indikasi awal karena pengujian dilakukan
terhadap posisi masjid, yang umumnya adalah persegi empat dimana titik tengah
dari keempat sisi bangunan itulah yang dijadikan titik uji, bukan keadaan
posisi menghadap kiblat ketika shalat sesungguhnya dilakukan. Hal ini karena secara
kebiasaan, masjid dibangun menghadap ke arah kiblat.
Dengan cara tersebut, misalnya
kita bisa menguji bagaimana dengan posisi kiblat dari Masjid Istiqlal,Jakarta.
Dari koordinat tengah Masjid ini 6º 10′ 10.01” Lintang Selatan dan 106º 49’
53.30” Bujur Timur diketahui bahwa jarak masjid ini dengan Ka’bah adalah 7.910
km. Dan dari penarikan garis, Masjid Istiqlal dapat dinyatakan lurus berkiblat
ke Ka’bah.
Masjid Kubah Emas, yang berada
di Depok. Juga pernah diuji, bahwa dengan melihat titik tengah dari bangunan
yang terletak pada koordinat 6º 23′ 03.36” Lintang Selatan dan 106º 46’ 18.94”
Bujur Timur dapat diketahui bahwa ada kemiringan sudut sekitar 8º. Lebih lanjut, juga terjadi kemiringan pada Masjid Baiturrahim yang terletak di
kompleks Istana Negara. Berdasarkan temuan, bahwa koordinat titik tengah bangunan 6º 10′ 11.95”
Lintang Selatan dan 106º 49’ 22.86” ada sekitar 30º pergeseran. Sehingga, arah
kiblat yang dituju bukanlah Ka’bah di Arab Saudi melainkan ke Afrika.
Meskipun demikian, dalam
indikasi awal ada kemiringan, karena berdasar posisi bangunan masjid, mungkin
saja, dalam shalat arah kiblat sudah diluruskan. Sebab, urusan geser-menggeser
arah kiblat ini sesungguhnya bukan urusan besar, dimana bangunan harus diubah
arahnya, melainkan dapat menggeser sajadah menghadap arah kiblat seharusnya.
Sehingga, isu salah kiblat dapat disikapi dengan tenang, melakukan pengecekan
dan perbaikan, dengan cara mudah, yaitu memanfaatkan teknologi informasi.
Bagaimana Cara Praktis Menentukan Arah Kiblat Sholat Kita, Saat Ini?
Sebagaimana disinggung diatas
bahwa dalam menentukan arah kiblat atau arah Ka’bah ada beberapa metode yang
sebenarnya bisa digunakan. Anda bisa gunakan cara mana saja sesuai kemampuan
dan fasilitas yang bisa dijadikan alat untuk mengukur arah kiblat tersebut.
Dalam tulisan ini, penulis hanya focus pada metode yang sangat sederhana dan
mudah digunakan untuk menentukan arah kiblat, diantarannya:
1. Metode GPS
GPS yaitu merupakan system navigasi yang dikembangkan oleh militer Amerika. Saat ini terdapat lebih dari 24 satelit GPS berada di angkasa dan mengelilingi bumi dalam 6 orbital. Masing-masing orbital terdapat 4 satelit GPS sehingga satelit GPS ini bisa menyangkau segala tempat terbuka.
Dengan menggunakan GPS
kita bisa menentukan arah kiblat tapi terlebih dahulu kita harus mengetahui
koordinat Ka’bah. Setelah koordinat Ka’bah maka dengan menggunakan GPS kita bisa
langsung tahu jarak posisi kita ke Ka’bah dan Arah Kiblat tempat kita berdiri.
2. Metode online Qibla Locator
Metode berikutnya yaitu,
Website Qibla Locator, yang merupakan sebuah website yang menyediakan layanan
mencari arah kiblat. Penggunaanya sangat simpel, kita tinggal mencari posisi
mesjid kita menggunakan perangkat google map kemudian akan ada garis merah yang
menunjukkan arah kiblat. Apabila mesjid kita melenceng dari gari arah garis
merah maka bisa dikatakan arah kiblat mesjid tersebut bergeser. Selain arah
kiblat, Qibla Locator juga memberikan informasi koordinat mesjid kita,
direction (azimuth dari utara magnet) dan jarak mesjid kita ke Ka’bah.
3. Metode Kompas Magnet
Di Indonesia khususnya, metode
Ini merupakan metode yang lazim digunakan oleh banyak orang. Namun sebelum
menggunakan metode ini, kita terlebih dahulu harus mengetahui arah azimuth dari
utara bumi. Untuk mendapatkan azimuth ini bisa dilakukan dengan cara mengukur
manual di peta dunia atau mencari di qibla locator (metode no.2 di atas).
Akan tetapi, nilai azimuth yang diberikan
adalah nilai azimuth dari utara bumi sedangkan kompas magnet yang kita gunakan
berorientasi ke Utara. Ada perbedaan kemiringan antara utara magnet dengan
utara bumi yang disebut dengan sudut deklinasi. Nilai sudut deklinasi tiap
daerah beda-beda namun untuk daerah Aceh nilainya sekitar -1 derjat. Ini
artinya, apabila sudut azimuth Mesjid kita dengan Ka’bah 292 derjat N maka
ketika menggunakan kompas harus digunakan nilai 292 derjat – (-1) = 293 derjat
N.
Untuk daerah lain yang ingin
mengetahui nilai deklinasi bisa memasukkan koordinat daerahnya di
hxxp://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/igrf/point/index.html. Pada gambar 1, sudah ada
informasi direction (arah/azimuth) dengan nilai 292 derjat N. Untuk memperbaiki
mesjid yang salah kiblatnya seperti pada gambar 1B, kita bisa menggunakan
kompas magnet dengan menghadap ke arah 293 derjat N karena sudut deklinasi di
Banda Aceh sekitar -1 derjat. Sangat disarankan untuk menggunakan lebih dari
satu kompas magnet dalam menentukan kiblat.
4. Metode Bayangan Matahari
Di atas telah disinggung,
untuk metode bayangan matahari bisa membaca tulisan Dr. Arwin Juli Rakhmadi
Butar-Butar, ia telah menulis sebuah buku yang berjudul “Kakbah dan
Problematika Arah Kiblat”. Buku ini mengupas bagaimana Metode bayangan Matahari
bisa dijadikan alat ukur arah kiblat. Metode bayangan Matahari merupakan metode
lama yang sampai sekarang masih digunakan karena caranya sangat simpel dan
mudah dimengerti.
Dalam 1 tahun terdapat dua
waktu dimana matahari tepat berada di atas Ka’bah. Tanggal 28 Mei (atau 27 di
tahun kabisat) pukul 12:18 waktu Mekah dan 16 Juli (atau 15 di tahun kabisat)
pukul 12:27. Artinya, semua orang yang bisa melihat matahari pada saat itu dan
menghadapkan wajahnya ke sana telah menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Atau
jika kita melihat bayangan benda yang tegak lurus di atas tanah, maka bayangan
tersebut akan membentuk garis arah kiblat.
Dalam tahun 2012 di Indonesia,
waktu kejadian tersebut adalah 27 Mei jam 16:18 WIB dan 15 Juli jam 16:27 WIB.
Jadi, bagi yang ingin mengecek atau melihat benar tidaknya arah kiblat yang
digunakan selama ini silakan keluar pada waktu tersebut dan lihat matahari
(atau bayangannya). Waktu ini tidak hanya berlaku untuk indonesia namun semua
negera yang bisa melihat matahari pada saat matahari berada di atas Ka’bah
(Istiwa Utama).
Metode bayangan matahari ini sangat bermanfaat untuk kita melakukan pengecekan arah kiblat rumah, surau, dan mesjid di komplek kita tinggal. Cara sangat sederhana dengan cara memacang tiang dan arah bayangan daripada tiang tersebut adalah arah kiblat shalat kita seperti pada gambar 2. Metode ini bukan untuk menyalahkan arah kiblat kita selama ini namun lebih untuk memastikan bahwa kita menghadap ke arah negara Arab Saudi waktu shalat dan bukan ke negara lain. Semoga beberapa cara ini bermanfaat bagi kita semua, ingat jangan lupa… ukurl arah kiblat sholat Anda mulai sekarang…! (Ubes Nur Islam dari berbagai sumber)
Comments
Post a Comment