MENCAPAI MARDHATILLAH DENGAN AL RIDLA

 

MENCAPAI MARDHATILLAH DENGAN AL RIDLA

 

Ubes Nur Islam

 

Alternatif & Solusi - Secara harfiah ridha artinya rela, suka, senang. Harun Nasution mengatakan ridha berarti tidak berusaha, tidak menentang kada dan kadar Tuhan. Menerima kada dan kadar dengan senang hati. Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Mereka senang menerima malapetaka sebagaimana merasa senang menerima nikmat. Tidak meminta surga dari Allah dan tidak meminta dijauhkan dari neraka. Tidak berusaha sebelum turunnya sebelum turunnya kada dan kadar, tidak merasa pahit dan sakit sesudah turunnya kada dan kadar, malahan perasaan  cinta bergelora di waktu turunnya bala’(cobaan yang berat).

 


Seseorang yang memiliki sikap ridha bukan berarti ia meninggalkan usaha (ikhtiar). Karena hal semacam ini bisa mengakibatkan sikap yang fatal dan membuat orang tersebut pasif. Saat ditimpa musibah, orang yang ridha ini akan merasakan pedih atau sakit. Namun ia lebih yakin bahwa setelah musibah ini pasti akan mendapatkan hasil yang lebih baik yakni kebahagiaan. Seperti orang yang sakit, ia harus disuntik, orang tersebut pasti merasakan sakitnya jarum, namun ia rela disuntik karena sangat yakin setalah disuntik itu ia akan sembuh.

 

Ridha biasanya berkaitan dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti seseorang sedang tertimpa musibah: ibunya meninggal dunia, hartanya dicuri maling, anaknya meninggal sewaktu masih kecil, dan lain sebagainya. Maka ridha ini merupakan salah satu sifat yang amat mulia. Tentunya kedudukannya lebih tinggi dari pada sabar.

 

Itulah sebabnya Nabi Muhammad SAW mengajarkan doa kepada para sahabat agar menjadi pribadi-pribadi yang memiliki sifat ridha. Beliau bersabda: “Barang siapa yang berdoa setiap pagi dan sore dengan membaca doa radhitu billahi rabba wa bil islami dina wa bi muhammadin rasula” aku ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agamaku, Muhammad sebagai rasul”. (HR. Abu Dawud)

 

Dalam hadis Qudsi, Nabi menegaskan: “Sesungguhnya Aku ini Allah, tiada Tuhan selai Aku. Barang siapa yang tidak bersabar atas cobaan-Ku, tidak bersyukur atas segala nikmat-Ku serta tidak rela terhadap keputusan-Ku, maka hendaknya ia keluar dari kolong langit dan cari Tuhan selain Aku.”

 

Beberapa hal bisa kita lakukan untuk mencapai stasion ini, diantaranya: 1)      Ketika ditimpa musibah, yakin dan sadar bahwa Allah sedang menguji dan ujian ini ialah bentuk kasih sayang dari-Nya. Rela menerima ketika ditimpa musibah bukan berkeluh kesah. Dan 2)  Yakin, akan hikmah adanya musibah tersebut. Hikmah tersebut bisa diketahui dengan melakukan munasabah atau intropeksi diri. Bukan sekedar rela akan musibah yang telah diberikan oleh Allah.

 

Dalam Al-qur’an Allah menyebutkan, bahwa Dia menyeru hamba-hamba yang disayanginya, dimana hamba-hambanya ini diuji dengan ujian berat, namun ujian berat ini menjadi fenomena hal dan ahwal yang pantastis, menjadikan semua ujian ini sebuah suguhan yang menyenanggkan, dan hiburan edukatif yang menumbuh kembangkan jiwa ketenangan, kedamaian dan ketentraman.

 

Ujian berat, seperti: sakit, kematian, kehancuran, bencana, stagnasi proyek rencana pembangunan, dan lain-lainnya, bukan sebuah hal ahwal musibah yang menyakitkan atau bencana, melainkan sebuah suguhan yang menyenanggkan, dan hiburan edukatif yang menumbuh kembangkan potensi kejiwaan psikologis lebih matang, maka ia lebih menerima realitas ujian tersebut dengan sikap tenang dan rileksasi terkendali. Allah memanggil dan mengundang mereka dan Allah mempersilahkan mereka masuk pada kelompok orang-orang tenang bahagia serta mempersilahkan memnduduki kavling rumah dalam surganya, yang penuh keindahan dan kenyamanan. Allah berfirman.

 

ياايتها النفس المطمئنة

ارجعى الى ربك راضية مرضية

فادخلى فى عبادى وادخلى جنتى

 

“Wahai pemilik jiwa yang penuh ketenangan,

kembalilah kepada Rabbmu dengan radhiah mardhiyah,

lalu masuklah kamu ke dalam kelompok hamba-hamba (yang tenang)

dan masuklah ke dalam kavling surga-Ku.”

Comments