MENCAPAI MARDHATILLAH DENGAN AL SHABR
MENCAPAI
MARDHATILLAH DENGAN AL SHABR
Ubes Nur Islam
Alternatif & Solusi - Dalam fenomena kehidupan tasawwuf lainnya, ialah keadaan diri
para salikin sebagai seorang yang sabar. Pada stasion ini, seseorang salikin
berjuang agar berlaku sabar dalam bebagai hal dan ahwal, baik sabar menjalankan
ketaatan menjalankan perintah Allah, sabar menolak dan menjauhkan segala hal-hal
kehidupan yang dilarang dan diharamkan Allah, dan termasuk sabar menerima
segala keadaan dan realita yang terjadi dalam taqdir kehidupannya.
Takdir kehidupan manusia tidak lepas dari dua keadaan, ada enak dan nikmat, dan ada susah dan menyakitkan, ada bahagia dan ada sedih memilukkan, ada sehat dan ada sakit, ada serba ada dan berkecukupan dan ada serba kekurangan, ada kelancaran dan ada kemacetan, dan lain seterusnya. Semua keadaan saling berganti. Cobaan hidup selalu tersanding dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, jika hidup diuji dalam senang harus sabar dalam kesenangan, jika hidup diuji dalam susah harus sabar dalam kesusahan. Kehidupan senang dan susah adalah ujian dan cobaan dari keadaan realitas kehidupan. Perjalanan kehidupan manusia adalah perjalanan taqdir dirinya dari Allah. Sikap yang paling baik menjalani perjalan taqdir ini dengan hidup sabar.
Apa sebenarnya sabar itu? Ada
sebagian orang yang beranggapan kurang tepat, bahkan dibilang keliru terhadap
makna sabar ini. Lebih-lebih, jika makna sabar ini disamakan dengan orang yang
pasif, tidak mau berusaha, dan menunda-nunda dalam melakukan sesuatu, misalnya,
menunda-nunda sholat, ini bukanlah kesabaran namun kemalasan. Kesabaran
tidaklah identik dengan sikap pasif, menunda-nunda berbuat kebaikan, melainkan
kesabaran ini adalah dimensi kesungguhan, keuletan, dan profesionalitas.
Berdasarkan konteksnya, sabar
dapat dibagi menjadi tiga bagian: 1) Sabar dalam ketaatan (as shabru ‘ala al
Tha’ah). Hal ini harus dilakukan dengan cara istiqamah (konsisten dan terus
menerus) dalam menjalankan ketaatan kepada Allah. 2) Sabar meninggalkan maksiat
(as shabru ‘an al ma’siyyah). Ini dilakukan dengan cara mujahadah (jihad
spiritual), bersungguh-sungguh dalam memerangi hawa nafsu dan meluruskan
keinginan-keinginan yang buruk yang dibisikkan oleh setan. Dan 3) Sabar ketika
ditimpa musibah (as shabru ‘ala al Mushibah). Ini dilakukan ketika kita ditimpa
musibah atau kemalangan.
Dunia sesungguhnya tempat
ujian (dar al imtihan). Allah akan menguji keimanan seseorang, antara lain
dengan ditimpakannya musibah kepadanya. Ini bukan berarti Tuhan tidak sayang,
melainkan sekedar untuk menguji, sejauh mana kekuatan imannya.
Perjalanan hidup manusia dalam
tingkat lanjut, memiliki step pemahaman yang bertingkat, sehingga fenomena yang
terjadi, baik ujian dan cobaannya pun bertingkat. Level awam akan berbeda dalam
memahami dan menangani perkara kasus ujian dan cobaannya dengan orang khawas,
pun begitu orang khowas akan akan berbeda dalam memahami dan menangani perkara
kasus ujian dan cobaannya dengan orang khawasul khawas. Namun demikian, yang
pasti setiap manusia memiliki kasus ujian masing-masing sesuai level dan
maqamnya.
Menurut Ibnu A’jibah, orang
sabar jika diklasifisikan berdasarkan tingkatannya dapat dibagi menjadi tiga:
Pertama, Sabar tingkatan orang awam. Seseorang dalam posisi ini akan selalu
tabah atas kesulitan-kesulitan dalam menjalankan ketaatan dan melawan segala
bentuk pelanggaran. Kedua, Sabar tingkatan orang khusus (khawash). Seseorang
yang masuk dalam tingkatan ini akan bisa menahan hati (tabah) ketika
menjalankan riyadlah dan mujahadah (perjuangan spiritual) dengan selalu
melakukan muraqabah, sehingga dalam hatinya selalu hadir nama Allah. Dan
ketiga, Sabar tingkatan khawashul khawas. Seseorang bisa dikatakan masuk dalam
maqam ini bila ia bisa menahan ruh dan sir agar dapat menyaksikan Allah
(musyahadah) dengan mata hatinya.
Sungguh ujian dan cobaan ini
merupakan latihan manusia untuk lebih meningkatkan derajatnya di sisi Allah.
Allah akan menguji keimanan seseorang, antara lain dengan ditimpakannya musibah
kepadanya, untuk menguji, sejauh mana kekuatan imannya. Sebagaimana
diisyaratkan Allah dalam Al-Qur’an berikut ini.
تبارك الذي بيده الملك وهو على كل شيئ قدير
الذي خلق الموت والحيات
ليبلوكم ايكم احسن عملا وهو العزيز الغفور
Seorang memiliki ujian dan
cobaan yang amat berat bagi dirinya. Para Nabi dan Rasul Allah memiliki ujian
dan cobaan yang amat berat dari pada umatnya. Para Rasul Allah dari kalangan
ulul azmi memiliki ujian dan cobaan yang lebih amat berat dari pada nabi dan
rasul lainnya. Bahkan Rasulullah Muhammad SAW, memiliki ujian dan cobaan yang
lebih amat sangat berat dari pada umatnya, sekalipun beliau orang sangat
dicintai Allah. Begitupun orang-orang mukmin dan mengabdi kepada Allah, mereka
memiliki ujian dan cobaan yang berat, sesuai dengan kapasitas, level dan
maqamnya, untuk menaikkan rating kualitas keimanannya masing-masing.
Fenomena sabar lebih nyata
terlihat pada kisah Nabi Ayyub. Oleh karenanya, para sufi dalam hal melakukan
latihan sabar selalu berpedoman kepada N. Ayyub a.s, para nabi lainnya, dan
terutama kepada Baginda Nabi SAW serta para sahabatnya.
Comments
Post a Comment