MENCAPAI MARDHATILLAH DENGAN AL TAWAKKAL

 

MENCAPAI MARDHATILLAH DENGAN AL TAWAKKAL

 

Ubes Nur Islam

 

Alternatif & Solusi - Pada stasion berikutnya adalah al tawakkal, maqam ini merupakan diantara anak kunci sukses meraih cita-cita seorang hamba di hadapan Tuhannya. Seorang salik yang sedang merambah maqam ini, ia akan menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan atau iradah Allah. Oleh karenanya, ia tidak akan berpikir tentang hari esok. Apa dan bagaimana ia mendapatkan makan dan minum?  Dia hanya pasrah dan menyerahkan hidupnya kepada iradah Allah. Dengan menyerahkan diri ini, ia akan merasa tenang sepenuhnya. Terkadang ia bersikap seolah-olah telah mati dengan rencana-rencana duniawi dan fisikal jasmani.

 


Secara harfiah, tawakkal berarti menyerahkan diri. Menurut Sahal bin Abdullah bahwa, awalnya tawakal adalah apabila seorang hamba dihadapan Allah seperti bangkai dihadapan orang yang memandikanya, ia mengikuti semua yang memandikan, artinya tidak dapat bergerak dan bertindak.

 

Al Qusyairi berpendapat bahwa, tawakkal tempatnya ialah ada di dalam hati. Adapun gerakan tubuh (perbuatan) tidaklah mengubah tawakkal yang terdapat dalam hati tersebut. Sehingga akan timbul keyakinan bahwa semua yang terjadi merupakan takdir dari Allah.

 

Pendapat tersebut dikuatkan oleh Harun Nasution yang mengatakan bahwa tawakkal ialah menyerahkan diri kepada qada dan keputusan Allah. Misalkan orang tidak mau makan, karena ada orang yang lebih membutuhkan dari pada dirinya.

 

Bertawakkal termasuk perbuatan yang diperintahkan oleh Allah. Dalam firman-Nya, Allah menyatakan :

 

“…. dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. At Taubah: 51)

“…. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu

harus bertawakkal.” (QS. At Maidah: 11)

 

Bertawakkal, tidaklah identik dengan sikap pasif, mematikan rasa dengan sikap prustasif, apatis, dan pesimis. Atau bertawakkal, bukanlah mengalah kepada keadaan karena kelemahan fisikal atau material, tanpa ada perlawanan dan perjuangan yang gigih terhadap sebuah proyeksi perubahan atas perbuatan kebaikan, melainkan bertawakkal ini adalah dimensi kesungguhan, keuletan, dan profesionalitas, yakni setelah ia berusaha optimal dan berjuang maksimal, kemudian hasil jerih payahnya dikembalikan kepada Allah.

 

Misalnya, seorang salik mengingikan sesuatu hajat, lalu ia beribadah, bermunajat, dan berdo’a kepada Allah dengan penuh khusyu, setelah prosedur permohonan dilakukan sesuai syariat yang ada, lalu hasil kerja dan amaliayahnya di pasrahkan kepada Allah, biar Allah yang menjawab dan sang salik menunggu hasil eksekusi ijabah do’anya dari Allah. Dan terus menerus keadaan ini dilkukan secara kontinyu. Sang salik dalam semua gerak kehidupannya hanya bergantung kepada keyakinan curahan rahmat Allah yang berlimpah. Keyakinan tentang potensi dan kapasitas kemampuan diri, bukan lahir dari diri pribadinya, melainkan anugrah dari Allah. Dia selalu berprinsip sesuai dalam nilai surat al-ikhlas berikut ini.

 

قل هو الله احد الله الصمد لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا احد

 

Ayat ini dimaknai secara realistik dan adaptabilitis, artinya makna dan nilai yang terkandung di dalam ayat ini menjadi kekuatan motivatif (azimah) sebagai jawaban alternatif dan solusi dalam setiap tindakan dan gerak hidupnya. Jadi ayat ini diartikan salah satunya sebagai berikut:

 

قل هو الله احد : Wahai hamba-Ku, jika kamu butuh pertolongan apa saja terkait hajat dunia dan akhirat, terkait kebutuhan jangka panjang maupun jangka pendek, seperti makan minum, dan lainnya, ingatlah dan katakatanlah dalam dirimu, jasadmu, hatimu, Dialah Allah sang Pencita langit dan bumi, Dialah Tuhanmu yang maha Penyayang, yang akan memberi dan menolong kebutuhannu, semuanya. Sebab, tidak ada yang bisa membantu dan menolong keperluanmu, kecuali Allah yang Maha Esa. Tiada Tuhan selain Dia.

 

 الله الصمد: Wahai hamba-Ku, Dialah Allah sang Pencita langit dan bumi, Dialah Tuhanmu yang maha Penyayang, Dialah Allah tempat bergantung semua keperluan hajat hidup semua makhluknya, Dia tempat meminta dan memohon, Dia tempat persembahan dan Pemujaan, Dia yang bisa mengabulkan hajat dan memberi serta menolong semua kebutuhanmu.

 

 لم يلد ولم يولد : Wahai hamba-Ku, Dia adalah Allah, tidak mencabangkan kapasitas ilahiyah-Nya kepada makhluk manapun, dia tidak mengangkat anak atau anak cabang, baik vertikal maupun horizontal, untuk menjadi setingkat dan sebanding dengan Ilahiyah Allah, Hanya Allah Ash-Shomad, tempat tumpuan semua makhluk memohon dan meminta, Hanya Dia Ash-Shomad yang bisa membantu dan menolong keperluanmu.

 

ولم يكن له كفوا احد : Wahai hamba-Ku. Keesaan Allah, wahdaniyah Allah tidak ada tandingannya, tidak ada bandingannya. Dia berdiri sendiri, Dia wujud nafsiah yang tidak ada lawan maupun kawan. Namun Dia amat dekat (aqrabu) dengan semua makhluk-Nya. Allah mengawasi gerak gerik semua ciptaan-Nya, di langit dan di bumi.

 

Dengan pemahaman nila dari ayat di atas, sang salik hanya bisa berbuat dengan bertwakkal kepada Allah. Oleh karena itu, dalam fenomena tawakkalnya, ia selalu mengucapkan do’a-do’a tafwid, diantaranya sebagai berikut ini.

 

حسبنا الله ونعم الوكيل ونعم المولى ونعم النصير

وافوض الى الله ان الله بصير بالعباد

انى وجهت وجهى للذي فطر السماوات والارض حنيفا مسلما وما انا من المشركين ---

الهى انت مقصودى ورضاك مطلوبي ---

 

Comments